تحالف الصحفيين المستقلين: 20 صحفي ضحايا لمظاهرات 22 مايو، الأسوأ منذ بدء عصر الإصلاح

Bawaslu Putuskan KPU Langgar Tata Cara Input Data SitungAJI: 20 Wartawan Jadi Korban Kekerasan Aksi 22 Mei, Terburuk Sejak Reformasi

0 534

جاكرتا، إندونيسيا اليوم – تتضاعف أعداد الصحفيين الذين أصبحوا ضحايا العنف أثناء تغطية المظاهرة التي أدت إلى الشغب في 21-22 مايو. البيانات المؤقت التي تم تدونها من قبل تحالف الصحفيين المستقلين (AJI) جاكرتا تقول بأنه يوجد 20 صحفي من مختلف وسائل الإعلام تعرضوا للعنف.

حدث ذلك في عدة مراكز شهدت أحداث شغب بجاكرتا، أي في تامرين، بيتامبوران، وسليبي جايا، جاكرتا. وزُعم أن الشرطة والمتظاهرين كذلك هم من ارتكبوا هذا العنف تجاه الصحفيين.

العنف الذي تعرض له الصحفيين تنوع بين الضرب، الصفع،التخويف، والاضطهاد، والتهديدات، والاستيلاء على أدوات العمل الصحفي، وعرقلة التغطية، وإزالة مقاطع الفيديو والصور، ورمي الحجارة، وحرق الدراجات النارية الخاصة بالصحفيين.

وقعت غالبية حالات العنف عندما غطى الصحفيون مظاهرات حول مبنى اللجنة العامة للإشراف على الانتخابات في منطقة تمرين. بعض الحالات تورط بها أفراد من الشرطة الذين كانوا يمنعون الصحفيين من تسجيل حالات اعتقال الأشخاص المشتبه في كونهم محرضين على الشغب.

لا يزال الصحفيون يتعرضون للعنف رغم أنهم أظهروا هويتهم، مثل البطاقات الصحفية. أظهرت الشرطة موقفًا لا يقدير عمل الصحفيين الذين تم ضمان حمايتهم بشكل أساسي من قبل قانون الصحافة.

إلى الآن لا يزال تحالف الصحفيين المستقلين (AJI) بجاكرتا يجمع البيانات يتحقق من ضحايا الصحفيين. من المحتمل أنه لا يزال هناك العديد من الصحفيين الآخرين الذين تعرضوا للعنف ولم يبلغوا.

فيما يلي البيانات التي سجلتها تحالف الصحفيين المستقلين (AJI) بشأن حالات العنف ضد الصحفيين.

بودي، مراسل قناة سي إن إن إندونيسيا، تعرض لعنف جسدي، و تم الاستيلاء على أدوات العمل وعرقلة التغطية من قبل قوات الشرطة. انتان ورهاجينج، من قناة RTV ، تعرضا للاضطهاد من قبل الممتظاهرين.

دراين، صحفي غاترا، تعرض للعنف الجسدي والطرد من قبل الشرطة. فيليكس، صحفي تيرتو، مُنع من التغطية. تعرض ديوي، صحفي تريبيون جاكارتا، لعنف غير المباشر، أصيب بنزيف في الرأس ناجم عن رمي الحجارة من قبل المتظاهرين.

ريان، صحفي سي إن إن إندونيسيا تعرص لعنف جسدي، و تم الاستيلاء على أدوات العمل وعرقلة التغطية من قبل قوات الشرطة. كما واجه مراسل آخر من سي إن إن إندونيسيا عرقلة للتغطية والاستيلاء القسري على أدوات العمل من قبل الشرطة.

ريان، صحفي MNC Media، تم الاستيلاء على جهاز عمله من قبل المتظاهرين. فجر، صحفي إذاعة إم إن سي تريجايا، تعرض لعنف جسدي، ومسح للتسجيلات الصحفية ومنع من التغطية من قبل رجال الشرطة.

فضلي، صحفي Alinea.id، تعرض لعنف جسدي وعرقلة للتغطية. تعرض فهريزا، صحفي Okezone.com، لأضرار في معدات العمل / الدراجات النارية من قبل المتظاهريت. بوترا، صحفي Okezone.com، تعرضت دراجته النارية للضرر من قبل الشرطة.

تعرض آجي، صحفي قناة INews TV ، لعنف جسدي وطرد من قبل الشرطة. تعرض سيتيا، صحفي قناة وان ، لعنف جسدي ومنع من التغطية من قبل رجال الشرطة. تعرض أريو، صحفي من قناة VJ Net TV ، لأضرار في معدات العمل حرق أدوات العمل / حرق دراجته النارية.

يونيادي، مصور كومباس، تلفت دراجته النارية. تعرض توبان، مصور تيمبو، لعنف غير مباشر، وأصيبت عيناه بشظايا من قنابل مولوتوف ألقاها المتظاهرين.

نينيك، صحفية من وكالة أسوشييتد برس (AP)، تعرضت للاضطهاد عبر الإنترنت (doxing). كما تم تخويف طاقم أخبار ABC News من قبل رجال الشرطة.

لكل ذلك نبه تحالف الصحفيين المستقلين (AJI) جاكرتا و مؤسسة مساعدة قانون الصحف (LBH Press  ) بشدة على العنف والجهود المبذولة لمنع عمل الصحفيين من قبل الشرطة و المتظاهرين.

يمكن تصنيف العنف وإرهاب الصحفيين أثناء تغطيتهم لأعمال الشغب على أنها رقابة على المنتجات الصحفية. تشمل هذه الإجراءات المخالفات الجنائية المنصوص عليها في المادة 18 من القانون رقم 40 لعام 1999 بشأن الصحافة. كل من يعيق حرية الصحافة مهدد بعقوبة قصوى مدتها سنتان وغرامة تصل إلى 500 مليون روبية.

وضح أسنل بمباني أمري رئيس تحالف الصحفيين المستقلين (AJI) جاكرتا في بيان مكتوب تلقته Okezone يوم الجعة (25/5/2019):” نحث قوات الأمن والشعب على احترام ودعم حرية الصحافة  دون تخويف أو عرقلة لعمل الصحفيين في الميدان”.

ووضح قائلا: ” كما نناشد قادة وسائل الإعلام أن يتحملوا مسؤولية الحفاظ على سلامة الصحفيين”.

وإضافة على ذلك، ناشد تحالف الصحفيين المستقلين (AJI) الصحفيين الذين يغطون حركة المتظاهرين بإعطاء الأولوية للسلامة عن طريق الحفاظ على مسافة آمنة أثناء الشغب.

المترجمة : فتحية غزالي | المحرر: مؤمن السيفي |


Jakarta, Indonesiaalyoum.com – Jurnalis yang menjadi korban kekerasan saat meliput aksi unjuk rasa berujung kerusuhan pada 21-22 Mei, makin bertambah. Data sementara yang dicatat Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta ada 20 jurnalis dari berbagai media yang menjadi korban.

Kasus kekerasan tersebut terjadi di beberapa titik kerusuhan di Jakarta, yaitu di kawasan Thamrin, Petamburan, dan Slipi Jaya, Jakarta. Pihak kepolisian dan massa aksi diduga menjadi pelaku kekerasan tersebut.

Kekerasan yang dialami jurnalis berupa pemuku

Jakarta, Indonesiaalyoum.com – Jurnalis yang menjadi korban kekerasan saat meliput aksi unjuk rasa berujung kerusuhan pada 21-22 Mei, makin bertambah. Data sementara yang dicatat Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta ada 20 jurnalis dari berbagai media yang menjadi korban.

Kasus kekerasan tersebut terjadi di beberapa titik kerusuhan di Jakarta, yaitu di kawasan Thamrin, Petamburan, dan Slipi Jaya, Jakarta. Pihak kepolisian dan massa aksi diduga menjadi pelaku kekerasan tersebut.

Kekerasan yang dialami jurnalis berupa pemukulan, penamparan, intimidasi, persekusi, ancaman, perampasan alat kerja jurnalistik, penghalangan liputan, penghapusan video dan foto hasil liputan, pelemparan batu, hingga pembakaran motor milik jurnalis.

Mayoritas kasus kekerasan itu terjadi saat para jurnalis meliput aksi unjuk rasa di sekitar Gedung Bawaslu, di kawasan Thamrin. Beberapa kasus di antaranya, aparat kepolisian melarang jurnalis merekam aksi penangkapan orang-orang yang diduga sebagai provokator massa.

Para jurnalis tetap mengalami kekerasan meskipun mereka sudah menunjukkan identitasnya, seperti kartu pers kepada aparat. Aparat menunjukkan sikap tak menghargai kerja jurnalis yang pada dasarnya telah dijamin dan dilindungi oleh UU Pers.

Sampai saat ini AJI Jakarta masih mengumpulkan data dan verifikasi para jurnalis yang menjadi korban. Tak menutup kemungkinan, masih banyak jurnalis lainnya yang menjadi korban, dan belum melapor.

Berikut ini data yang dicatat AJI Jakarta terkait kasus kekerasan terhadap jurnalis.

Budi, kontributor CNN Indonesia TV, mengalami kekerasan fisik, perampasan alat kerja dan penghalangan liputan oleh aparat Polisi. Intan dan Rahajeng, jurnalis RTV, mengalami persekusi oleh massa aksi.

Draen, jurnalis Gatra, mengalami kekerasan fisik dan diusir oleh polisi. Felix, jurnalis Tirto, dihalangi saat liputan. Dwi, jurnalis Tribun Jakarta, mengalami kekerasan tidak langsung, kepala bocor terkena lemparan batu massa aksi.

Ryan, jurnalis CNNIndonesia.com, mengalami kekerasan fisik, perampasan alat kerja dan penghalangan liputan oleh aparat Polisi. Seorang reporter lainnya dari CNNIndonesia.com juga mengalami penghalangan peliputan dan perampasan paksa alat kerja oleh Polisi.

Ryan, jurnalis MNC Media, alat kerjanya dirampas oleh massa aksi. Fajar, jurnalis Radio MNC Trijaya, mengalami kekerasan fisik, penghapusan karya jurnalistik dan penghalangan liputan oleh aparat Polisi.

Fadli, jurnalis Alinea.id, mengalami kekerasan fisik dan penghalangan liputan. Fahreza, jurnalis Okezone.com, mengalami perusakan alat kerja/motor oleh massa aksi. Putera, jurnalis Okezone.com, mengalami perusakan motor oleh aparat.

Aji, jurnalis INews TV, mengalami kekerasan fisik dan diusir oleh aparat Kepolisian. Setya, jurnalis TV One, mengalami kekerasan fisik dan penghalangan liputan oleh aparat Polisi. Ario, VJ Net TV, mengalami perusakan alat kerja/motor dibakar.

Yuniadhi, fotografer Kompas, motornya dirusak. Topan, fotografer Tempo, mengalami kekerasan tidak langsung, matanya kena serpihan dari bom molotov massa aksi.

Niniek, jurnalis AP, mengalami persekusi online (doxing). Seorang kru ABC News mengalami intimidasi oleh aparat Polisi.

Atas tindakan itu, AJI Jakarta dan LBH Pers mengecam keras aksi kekerasan dan upaya penghalangan kerja jurnalis yang dilakukan oleh aparat kepolisian maupun massa aksi.

Kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis saat meliput peristiwa kerusuhan bisa dikategorikan sebagai sensor terhadap produk jurnalistik. Perbuatan itu termasuk pelanggaran pidana yang diatur dalam Pasal 18 UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Setiap orang yang menghalangi kebebasan pers diancam penjara maksimal dua tahun, dan denda maksimal Rp500 juta.

“Kami mendesak aparat keamanan dan masyarakat untuk menghormati dan mendukung iklim kemerdekaan pers, tanpa ada intimidasi serta menghalangi kerja jurnalis di lapangan,” jelas Ketua AJI Jakarta, Asnil Bambani Amri, dalam keterangan tertulis yang diterima Okezone, Jumat (25/5/2019).

“Kami juga mengimbau kepada para pimpinan media massa untuk bertanggung jawab menjaga dan mengutamakan keselamatan jurnalisnya, ” jelasnya lagi.

Selain itu, AJI juga mengimbau para jurnalis yang meliput aksi massa untuk mengutamakan keselamatan dengan menjaga jarak saat terjadi kerusuhan.

lan, penamparan, intimidasi, persekusi, ancaman, perampasan alat kerja jurnalistik, penghalangan liputan, penghapusan video dan foto hasil liputan, pelemparan batu, hingga pembakaran motor milik jurnalis.

Mayoritas kasus kekerasan itu terjadi saat para jurnalis meliput aksi unjuk rasa di sekitar Gedung Bawaslu, di kawasan Thamrin. Beberapa kasus di antaranya, aparat kepolisian melarang jurnalis merekam aksi penangkapan orang-orang yang diduga sebagai provokator massa.

Para jurnalis tetap mengalami kekerasan meskipun mereka sudah menunjukkan identitasnya, seperti kartu pers kepada aparat. Aparat menunjukkan sikap tak menghargai kerja jurnalis yang pada dasarnya telah dijamin dan dilindungi oleh UU Pers.

Sampai saat ini AJI Jakarta masih mengumpulkan data dan verifikasi para jurnalis yang menjadi korban. Tak menutup kemungkinan, masih banyak jurnalis lainnya yang menjadi korban, dan belum melapor.

Berikut ini data yang dicatat AJI Jakarta terkait kasus kekerasan terhadap jurnalis.

Budi, kontributor CNN Indonesia TV, mengalami kekerasan fisik, perampasan alat kerja dan penghalangan liputan oleh aparat Polisi. Intan dan Rahajeng, jurnalis RTV, mengalami persekusi oleh massa aksi.

Draen, jurnalis Gatra, mengalami kekerasan fisik dan diusir oleh polisi. Felix, jurnalis Tirto, dihalangi saat liputan. Dwi, jurnalis Tribun Jakarta, mengalami kekerasan tidak langsung, kepala bocor terkena lemparan batu massa aksi.

Ryan, jurnalis CNNIndonesia.com, mengalami kekerasan fisik, perampasan alat kerja dan penghalangan liputan oleh aparat Polisi. Seorang reporter lainnya dari CNNIndonesia.com juga mengalami penghalangan peliputan dan perampasan paksa alat kerja oleh Polisi.

Ryan, jurnalis MNC Media, alat kerjanya dirampas oleh massa aksi. Fajar, jurnalis Radio MNC Trijaya, mengalami kekerasan fisik, penghapusan karya jurnalistik dan penghalangan liputan oleh aparat Polisi.

Fadli, jurnalis Alinea.id, mengalami kekerasan fisik dan penghalangan liputan. Fahreza, jurnalis Okezone.com, mengalami perusakan alat kerja/motor oleh massa aksi. Putera, jurnalis Okezone.com, mengalami perusakan motor oleh aparat.

Aji, jurnalis INews TV, mengalami kekerasan fisik dan diusir oleh aparat Kepolisian. Setya, jurnalis TV One, mengalami kekerasan fisik dan penghalangan liputan oleh aparat Polisi. Ario, VJ Net TV, mengalami perusakan alat kerja/motor dibakar.

Yuniadhi, fotografer Kompas, motornya dirusak. Topan, fotografer Tempo, mengalami kekerasan tidak langsung, matanya kena serpihan dari bom molotov massa aksi.

Niniek, jurnalis AP, mengalami persekusi online (doxing). Seorang kru ABC News mengalami intimidasi oleh aparat Polisi.

Atas tindakan itu, AJI Jakarta dan LBH Pers mengecam keras aksi kekerasan dan upaya penghalangan kerja jurnalis yang dilakukan oleh aparat kepolisian maupun massa aksi.

Kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis saat meliput peristiwa kerusuhan bisa dikategorikan sebagai sensor terhadap produk jurnalistik. Perbuatan itu termasuk pelanggaran pidana yang diatur dalam Pasal 18 UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Setiap orang yang menghalangi kebebasan pers diancam penjara maksimal dua tahun, dan denda maksimal Rp500 juta.

“Kami mendesak aparat keamanan dan masyarakat untuk menghormati dan mendukung iklim kemerdekaan pers, tanpa ada intimidasi serta menghalangi kerja jurnalis di lapangan,” jelas Ketua AJI Jakarta, Asnil Bambani Amri, dalam keterangan tertulis yang diterima Okezone, Jumat (25/5/2019).

“Kami juga mengimbau kepada para pimpinan media massa untuk bertanggung jawab menjaga dan mengutamakan keselamatan jurnalisnya, ” jelasnya lagi.

Selain itu, AJI juga mengimbau para jurnalis yang meliput aksi massa untuk mengutamakan keselamatan dengan menjaga jarak saat terjadi kerusuhan.

تعليقات
Loading...