نساء مادورا بين قسوة الأعراف وصوت الحرية في برابان توه

• رواية برابان توه تكشف في ١١ قصة قصيرة معاناة المرأة المدوراوية بين قيود العادات ورغبتها في الحرية.
• الكتاب يسلّط الضوء على شخصيات نسائية بسيطة تقاوم الضغوط الاجتماعية وتصر على حفظ الكرامة والاستقلالية.
• الرواية تتحول إلى شهادة ثقافية وإنسانية عن مجتمع مادورا وصراع المرأة مع الأعراف والدين والإنسانية.

Indonesia adalah negeri dengan ribuan pulau dan ratusan etnis, masing-masing membawa warna budaya, adat, dan kisah manusia yang unik. Dari Madura, sebuah pulau dengan tradisi yang kuat dan karakter masyarakat yang keras, lahirlah karya Paraban Tuah tulisan Elok Teja Suminar, sebuah kumpulan cerita yang membuka tabir kehidupan perempuan Madura dengan cara yang puitis sekaligus getir.

Dalam sebelas cerita, Elok mengajak pembaca menyusuri lorong sunyi kehidupan perempuan yang sering kali terjebak dalam lingkaran adat dan aturan sosial. Mereka berjuang, terkadang kalah, terkadang bangkit, di hadapan norma yang tidak memberi ruang bagi suara dan pilihan mereka. Dari kisah “Orok” yang mengguncang nurani dengan tragedi incest, hingga “Kawin” yang memperlihatkan betapa rapuhnya masa depan seorang gadis yang dipaksa menikah, setiap halaman memaksa kita menatap luka-luka yang biasanya tersembunyi di balik tabir keluarga dan masyarakat.

Namun Paraban Tuah bukan sekadar potret penderitaan. Ia adalah suara tentang perlawanan, keberanian, dan martabat. Tokoh-tokohnya mungkin perempuan sederhana dari kampung-kampung Madura, tetapi kisah mereka berbicara tentang universalitas: keinginan untuk merdeka, untuk menentukan nasib, untuk diakui sebagai manusia seutuhnya. Kisah “Sarung Emak”, misalnya, menghadirkan Midah yang dengan berani menolak menjadi korban poligami, memilih jalan sunyi tapi penuh martabat.

Bagi pembaca Timur Tengah, buku ini bukan hanya karya sastra, melainkan cermin pertemuan antara agama, budaya, dan tradisi dalam masyarakat muslim di Nusantara. Konflik yang dihadirkan,antara adat dan ajaran, antara suara hati dan norma sosial,sangat mungkin terasa dekat, sebab banyak masyarakat di dunia Arab juga hidup di antara tarikan nilai agama dan tradisi yang turun-temurun.

Dengan bahasa yang kaya imaji, Elok Teja Suminar tidak hanya menuturkan kisah, tapi juga menghadirkan analisis psikologis tentang trauma, luka batin, dan pergulatan jiwa. Bahkan, dalam beberapa cerita seperti “Orok” dan “Kambing”, jejak simtom kejiwaan tokoh-tokohnya menghadirkan refleksi mendalam tentang bagaimana kekerasan sosial dapat merusak jiwa seseorang.

Paraban Tuah akhirnya berdiri sebagai lebih dari sekadar buku cerita. Ia adalah arsip kebudayaan Madura, catatan tentang perempuan yang terpenjara dan berusaha bebas, serta panggilan untuk melihat kembali hubungan manusia dengan adat, agama, dan kemanusiaannya.

Membaca buku ini adalah belajar tentang Indonesia, tetapi sekaligus juga tentang manusia itu sendiri. Tentang kita semua yang, di mana pun berada, tengah berjuang melawan belenggu, baik yang datang dari luar maupun dari dalam diri kita.

Erni Puspita Sari | INDONESIA ALYOUM.COM