قرية إندونيسية بلا كهرباء أو إشارة هاتف منذ نشأة إندونيسيا. كيف يعيش أهلها

Desa Tua Tanpa Listrik dan Sinyal HP di Gorontalo

0 821

جاكرتا، إندونيسيا اليوم – كيف سيكون شعورك إذا كنت تعيش في منطقة نائية و معزولة، دون كهرباء أو إشارة هاتف جوال.

هذا هو حال سكان قرية مونغيلو الشمالية بمحافظة جورونتالو. القرية التي وجدت حتى قبل استقلال إندونيسيا بزمن طويل، تحديدًا بداية من عام 1898. و حتى الآن لم يشعر سكان تلك القرية كيف هي الحياة في العصر الحديث.

الطبيعة في القرية و حولها لاتزال بكرًا تأخذ بالألباب. حياة المجتمع فيها لاتزال تقليدية بدائية. في فترة ما بعد الظهر تذهب معظم نساء القرية إلى النهر للاستحمام و غسل الملابس.

لا أحد يحمل جوال، الجميع مشغولون بأعمالهم، التي هي في الغالب الزراعة، حيث أغلب السكان يعملون بالزراعة. عندما يعود الأطفال من مدارسهم فإنهم يساعدون والديهم في أعمال الحقل.

عندما تبدأ أشعة الشمس بالمغيب يعود الناس إلى منازلهم. و تضاء المنازل بمصابيح الكيروسين التقليدية. بعض السكان يستخدم البطاريات كمصدر للكهرباء للإضاءة ليلاً.

قال تاكي أوكي، أحد سكان القرية، أن منذ استقلال إندونيسيا و حتى الآن لم ينعم أحد من عائلته ولا هو باستخدام الكهرباء حتى الآن.

قال تاكي: “لم أشعر حتى الآن باحساس توفر نور المصباح الكهربائي كما يوجد في المدن”. ليس فقط الكهرباء، إشارة الهاتف كذلك لا تصل هذه القرية.

أضاف تاكي: “لا توجد إشارة جوال على الإطلاق. إذا أردنا استخدام الهاتف، سيكون علينا الخروج من القرية لمسافة كيلومترين لأجل الحصول على إشارة هاتف.”

على الرغم من استسلامهم لها الحال، إلا أن سكان القرية لايزال لديهم الأمل أن تتمكن الحكومة من إيصال شبكات الكهرباء و الهاتف لقريتهم.

قال تاكي: “على الأقل الكهرباء أولاً. نحن في غاية الحاجة لها.”

 

 

المترجم : مؤمن السيفي | المصدر: ليبوتان 6


Jakarta, Indonesiaalyoum.com – Bagaimana perasaan dan hati Anda hidup di sebuah daerah terpencil yang terisolir tanpa listrik dan dan sinyal HP? Pastinya Anda tidak bisa bermain gawai yang merupakan kebiasaan anak-anak zaman modern seperti sekarang ini.

Namun, hal ini sudah biasa dirasakan warga Desa Mongilo Utara, Kecamatan Bulango Ulu, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo. Desa yang sudah ada jauh sebelum Indonesia merdeka, atau tepatnya sejak 1898 ini, belum pernah merasakan bagaimana hidup di zaman modern.

Saat tim Liputan6.com bertandang, pemandangan alam di desa ini masih sangat asri. Kehidupan masyarakat pun masih tergolong tradisional. Sore hari, mayoritas perempuan turun ke sungai untuk mandi bersama sambil mencuci pakaian.

Selain itu tidak ada yang terlihat yang mengunakan gawai. Semua sibuk dengan aktivitas masing-masing, salah satunya bertani, karena mayoritas penduduk Desa Mongoilo Utara itu sebagai petani. Anak-anak selesai sekolah juga terlihat langsung membantu orangtua mereka di kebun.

Menjelang malam, saat matahari mulai terbenam, masyarakat di desa ini kembali ke rumah mereka masing-masing. Lampu tradisional dengan bahan bakar minyak tanah jadi alat penerangan di malam hari. Sebagian lagi sudah ada yang menggunakan aki sebagai sumber listrik untuk penerangan.

Taci Uki, salah satu warga Dusun Pilomatea, Desa Mongoilo, kepada Liputan6.com mengaku, sejak Indonesia merdeka hingga saat ini, keluarga dan dirinya belum pernah menikmati aliran listrik.

“Belum pernah merasakan lampu listrik seperti di kota pada umumnya,” ungkapnya. Taci Uki juga mengatakan, jangankan aliran listrik, sinyal HP saja di desa ini tidak ada.

“Jaringan HP tidak ada sama sekali, kalau kita mau berkomunikasi lewat telepon kita bisa turun dahulu sejauh 2 kilometer dari desa ini untuk medapatkan sinyal dan bisa menelepon, kalau di sini tidak ada,” katanya.

Mesti pasrah dengan keadaan, warga desa ini tak pernah berhenti berharap kepada pemerintah untuk bisa mengalirkan listrik dan membuka jaringan telekomunikasi ke Desa Mongoilo Utara.

“Minimal istrik dulu yang dibangun, karena itu merupakan kebutuhan kami,” ucapnya.

Penerjemah: Momen Alsayfi | Siumber: Liputan6

 

تعليقات
Loading...